INEWS, Jayapura — Masyarakat Papua kembali dibuat berang atas tindakan tak bermoral yang dilakukan oleh sekelompok oknum tidak bertanggung jawab. Sejumlah cinderamata dan simbol budaya khas Papua, termasuk mahkota adat berbulu burung cenderawasih, dilaporkan dibakar oleh pihak yang belum teridentifikasi. |
Aksi tersebut memicu kemarahan dan kecaman keras dari berbagai kalangan aktivis, tokoh adat, serta organisasi masyarakat di Bumi Cenderawasih.
Salah satu suara tegas datang dari aktivis dan Ketua LSM WGAB Papua, Yerry Basri Mak, SH, MH, yang menilai tindakan tersebut bukan sekadar vandalisme, tetapi penghinaan terhadap kehormatan dan warisan leluhur orang Papua.
“Bagi kami orang Papua, mahkota adat berbulu cenderawasih bukan hanya hiasan kepala. Itu adalah simbol martabat, kebesaran, dan kasih persaudaraan. Setiap kali kami menyambut tamu yang datang ke tanah Papua, kami memberikan mahkota itu dalam upacara adat sebagai lambang penerimaan dan penghormatan,” tegas Yerry kepada sejumlah media, Selasa (21/10/2025).
Menurut Yerry, pembakaran simbol budaya tersebut telah melukai hati masyarakat Papua secara mendalam dan menimbulkan keresahan luas di kalangan adat.
“Mereka yang membakar simbol adat itu seolah membakar harga diri dan identitas kami. Ini tindakan tidak beradab dan berpotensi memicu konflik sosial jika tidak segera disikapi dengan penegakan hukum yang adil,” ujarnya.
Makna Sakral Mahkota Cenderawasih
Dalam tradisi masyarakat Papua, mahkota adat burung cenderawasih memiliki makna spiritual yang mendalam. Bulu burung cenderawasih, yang dikenal sebagai manuk dewata (burung surga), melambangkan kemuliaan, keberanian, dan persatuan antara manusia dan alam.
Mahkota itu dikenakan oleh kepala suku, tokoh adat, atau diberikan secara simbolik kepada tamu kehormatan dalam upacara adat penyambutan. Setiap helai bulu cenderawasih diyakini mengandung doa dan berkat dari leluhur untuk perdamaian serta kebersamaan.
“Ketika seseorang memakai mahkota itu, artinya dia telah diterima sebagai saudara oleh masyarakat Papua. Membakar simbol itu sama saja dengan menolak persaudaraan dan membakar semangat perdamaian,” jelas Yerry.
Tuntutan Penegakan Hukum
Yerry mendesak aparat pemerintah untuk tidak menganggap remeh peristiwa ini. Menurutnya, tindakan pembakaran tersebut harus dikategorikan sebagai tindak pidana perusakan benda bernilai budaya dan ujaran kebencian berbasis etnis atau budaya, sebagaimana diatur dalam sejumlah peraturan perundang-undangan, termasuk:
- UU No. 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan
- UU No. 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya
- serta KUHP Pasal 406 tentang perusakan barang milik orang lain.
“Kami meminta Kapolri dan Presiden Republik Indonesia bapak Prabowo Subianto untuk turun tangan langsung. Jangan biarkan kasus ini berlalu tanpa keadilan. Pelaku dan pihak yang berada di balik tindakan ini harus diungkap dan diproses sesuai hukum,” tegasnya.
Seruan Moral dan Nasionalisme Budaya
Lebih jauh, Yerry menyerukan agar seluruh masyarakat Indonesia, terutama aparat pemerintah dan dunia pendidikan, meningkatkan kesadaran dan penghormatan terhadap keragaman budaya daerah.
“Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai budayanya. Papua adalah bagian dari Indonesia. Jika simbol budaya Papua dihina, maka sama saja menghina keindonesiaan itu sendiri,” ujarnya.
Ia juga mengajak generasi muda Papua untuk tetap bangga dan menjaga warisan leluhur, meski masih ada pihak-pihak yang mencoba merendahkan nilai-nilai adat dan kearifan lokal.
“Kami orang Papua cinta damai. Tapi jika simbol budaya kami dilecehkan, kami tidak akan diam. Kami akan bersuara karena ini bukan hanya soal adat, tapi soal harga diri bangsa dan identitas kami sebagai manusia berbudaya,” pungkas Yerry Basri Mak.
Tanggapan Tokoh Adat dan Pejabat Daerah
Sementara itu informasi yang di kutip , Ketua Dewan Adat Papua wilayah Tabi, Yonas Wonda, juga menegaskan bahwa pembakaran simbol budaya adalah perbuatan tabu dalam hukum adat Papua
Sebab dalam adat Papua, siapa pun yang menghina atau merusak simbol leluhur akan mendapat sanksi sosial yang berat. Dengan kekecewaan mereka meminta aparat adat dan pemerintah bekerja sama agar pelaku tidak hanya dihukum secara hukum negara, tetapi juga dihukum secara adat,
Menanggapi kasus ini, Kepolisian Daerah Papua agar segera melakukan penelusuran mendalam. Untuk memastikan penyelidikan dilakukan secara profesional dan transparan. Jika terbukti ada unsur kesengajaan dan kebencian, pelaku akan ditindak sesuai hukum yang berlaku,
Penutup
Kasus pembakaran mahkota adat burung cenderawasih bukan hanya peristiwa lokal di Papua, tetapi peringatan bagi seluruh bangsa Indonesia tentang pentingnya menjaga dan menghormati simbol-simbol budaya dari Sabang sampai Merauke.
Bagi masyarakat Papua, mahkota cenderawasih bukan sekadar benda, melainkan warisan spiritual yang mengikat identitas, persaudaraan, dan kehormatan.
Dan ketika simbol itu dibakar, yang hangus bukan hanya bulu dan kayu — tetapi juga hati dan kebanggaan sebuah bangsa yang kaya akan keberagaman. ( YBM/ RED)

.jpg)
.jpg)
