• Jelajahi

    Copyright © INEWS
    Best Viral Premium Blogger Templates

    Iklan

    Follow on Google+

    Pangulu Silakkidir Diduga Dalang Mafia Tanah dan Pungli " Maling Teriak Maling": Warisan Raja Sinaga Simalungun Terancam Dihapus dari Peta Sejarah

    Admin
    Senin, 30 Juni 2025, 6/30/2025 06:10:00 AM WIB Last Updated 2025-06-29T23:21:11Z
    masukkan script iklan disini
    masukkan script iklan disini


    iNews ,Simalungun, Sumatera Utara —

    Desa Silakkidir, Kecamatan Huta Bayu Raja, Kabupaten Simalungun kembali menjadi sorotan tajam publik. Konflik agraria yang berlangsung bertahun-tahun kini mengarah pada indikasi kuat keterlibatan Pangulu (Kepala Desa) Heplin Marpaung dalam skema mafia tanah dan pungutan liar (pungli), dengan korban utama adalah keturunan sah Raja Sinaga Simalungun Tanah Jawa.



    Alih-alih melindungi hak rakyat, Pangulu justru dituding sebagai pelaku utama penghilangan identitas sejarah dan penguasaan lahan adat secara sistematis dan terstruktur.


    Tanah Adat Dicaplok, Garis Keturunan Raja Ditinggalkan


    Sejumlah ahli waris dari silsilah Tuan Raja Sorga Halim Sinaga dan Tuan Panambean — bagian dari dinasti Raja Sinaga — menyatakan bahwa tanah adat milik mereka telah dialihkan secara tidak sah kepada pihak luar yang tidak memiliki garis keturunan.


    "Kami bukan hanya dirampas hak atas tanah, tapi juga direndahkan sebagai pewaris sah Raja Simalungun Tanah Jawa. Ini bukan sekadar konflik tanah, tapi upaya penghapusan sejarah," tegas Jumigan Sinaga, salah satu ahli waris.

     

    Nama Heplin Marpaung kerap dikaitkan dengan praktik pengalihan lahan yang tidak transparan, bahkan disebut-sebut sebagai pelaku utama di balik praktik yang warga sebut sebagai "maling teriak maling."


    Pungli Berkedok Sertifikat: Modus Lama, Korban Baru


    Warga melaporkan telah dimintai uang dalam jumlah besar dengan iming-iming pengurusan sertifikat tanah. Namun, bukannya mendapatkan legalitas atas tanah mereka, lahan tersebut justru disertifikatkan atas nama orang lain yang diduga memiliki hubungan dekat dengan oknum aparatur desa.


    “Kami setor uang jutaan rupiah, tapi sampai hari ini sertifikat tidak kami terima. Belakangan kami tahu tanah itu justru atas nama orang lain,” ungkap salah satu korban, yang menyebut nama Jumigan Sinaga sebagai ahli waris sah atas tanah tersebut.

    Jerat Pidana: Pemerasan, Penyalahgunaan Wewenang, Korupsi


    Apabila dugaan tersebut terbukti, Pangulu dapat dijerat dengan sejumlah pasal berat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan UU Tipikor:


    • Pasal 368 KUHP tentang pemerasan (ancaman hingga 9 tahun penjara)
    • Pasal 423 KUHP tentang penyalahgunaan kekuasaan (ancaman hingga 6 tahun)
    • UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi


    Spanduk Anti-Mafia Tanah: Antara Fakta dan Fatamorgana


    Sebuah spanduk bertuliskan “Kami Tidak Melayani Mafia Tanah” terpampang di depan Kantor Desa Silakkidir. Namun bagi warga, spanduk tersebut justru dianggap sebagai alat kamuflase untuk menutupi praktik manipulatif yang sudah berlangsung lama.


    “Pencitraan kosong. Faktanya intimidasi terus berlangsung, dan tanah adat kami terus dicaplok secara sistematis,” ujar Jumigan Sinaga.


    Manipulasi Administrasi dan Dugaan Kolusi Lintas Struktur


    Investigasi CNews menemukan adanya indikasi manipulasi administratif, termasuk dalam buku tamu Kantor Pangulu yang diduga sengaja diedit untuk menutupi pertemuan-pertemuan strategis. Dugaan keterlibatan oknum dari tingkat kecamatan hingga kabupaten juga menguat, memperparah krisis kepercayaan publik terhadap pemerintah desa.

    Dana Desa TA 2024 Rp961 Juta Dipertanyakan


    Sorotan publik tidak hanya tertuju pada persoalan tanah, tetapi juga pada pengelolaan Dana Desa Tahun Anggaran 2024. Dari total anggaran Rp961 juta, sejumlah pos dianggap janggal:


    • Rp128 juta untuk rehabilitasi jembatan, namun nihil progres
    • Rp48 juta untuk keadaan mendesak, tanpa penjelasan transparan
    • Rp66 juta untuk kegiatan posyandu, namun nyaris tak terlihat aktivitasnya


    Masyarakat meminta audit forensik oleh Inspektorat Kabupaten Simalungun, merujuk pada UU No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.


    AKPERSI: Penegakan Hukum Harus Tegas, Tak Bisa Ditunda


    Ketua DPD Asosiasi Keluarga Pers Indonesia (AKPERSI) Sumut, KH. R. Syahputra, menyebut praktik ini sebagai bentuk kriminalisasi terhadap sejarah dan pelecehan terhadap sistem hukum dan adat.


    “Kami sudah mendatangi Kantor Desa, tapi Pangulu terus menghindar. Ini jelas ada sesuatu yang disembunyikan. Negara harus hadir menegakkan keadilan,” ujarnya.


    Desakan ke Bupati Simalungun: Jangan Biarkan Rakyat Bertindak Sendiri


    Warga meminta Bupati Simalungun segera turun tangan sebelum situasi meluas menjadi konflik horizontal.


    “Jika negara terus abai, jangan salahkan rakyat jika akhirnya bertindak sendiri membela warisan leluhur,” ucap salah satu tokoh masyarakat.


    Pangulu Diduga Menghilang, Warga Dorong Eksekusi Hukum


    Informasi terakhir yang dihimpun CNews menyebutkan Pangulu Heplin Marpaung telah menghilang dari kediamannya. Rumahnya tertutup rapat dan kosong selama beberapa hari. Warga mendorong aparat penegak hukum melakukan penjemputan paksa.


    Sementara itu, pihak keluarga besar ahli waris sedang mempersiapkan langkah hukum untuk mengeksekusi lahan yang mereka klaim sebagai hak turun-temurun, sekaligus sebagai bentuk perlawanan terhadap penghapusan sejarah adat Simalungun. ( Tim JS) 


     

    Komentar

    Tampilkan

    Terkini