• Jelajahi

    Copyright © INEWS
    Best Viral Premium Blogger Templates

    Iklan

    Follow on Google+

    Miris, Wartawan Diduga Jadi Target OTT Saat Ungkap Dugaan Pungli: Kriminalisasi Pers Mengintai

    Admin
    Selasa, 03 Juni 2025, 6/03/2025 01:04:00 AM WIB Last Updated 2025-06-02T18:09:26Z
    masukkan script iklan disini
    masukkan script iklan disini

     


    iNews - Deli Serdang — Di balik meriahnya deretan papan bunga yang berjejer di depan Mapolresta Deli Serdang—yang memuat ucapan terima kasih kepada Kapolresta atas pengungkapan dugaan pemerasan oleh tiga wartawan terhadap Kepala Sekolah SD Negeri 101928—muncul kegelisahan tajam dari kalangan jurnalis. Banyak pihak menyebut kasus ini tak ubahnya bentuk represif terhadap kebebasan pers, bahkan terindikasi sebagai kriminalisasi kerja jurnalistik.


    Peristiwa bermula dari pemberitaan tentang dugaan pungutan liar (pungli) sebesar Rp160.000 yang dilakukan oleh Kepala Sekolah MS. Tiga wartawan dari media cetak dan daring yang menerima informasi dari masyarakat kemudian menindaklanjuti melalui peliputan, konfirmasi, dan investigasi lapangan.


    Namun alur kasus berubah drastis saat muncul sebuah kwitansi kesepakatan yang ditandatangani kedua belah pihak, berisi permintaan penghapusan berita. Diduga kuat, kesepakatan ini kemudian dimanfaatkan oleh oknum aparat dan pihak sekolah untuk menyusun skenario Operasi Tangkap Tangan (OTT) terhadap ketiga wartawan, yang kemudian dijerat dengan tuduhan pemerasan dan pengancaman.


    Kriminalisasi atau Penegakan Hukum?


    Yang mencemaskan, beberapa papan bunga yang dikirim oleh oknum Ketua Musyawarah Kerja Kepala Sekolah (MKKS) justru memuat narasi provokatif yang menyudutkan profesi wartawan, seolah semua aktivitas jurnalistik identik dengan pemerasan. Frasa seperti “jurnalis pemeras” dan “wartawan pengancam” menegaskan adanya framing negatif yang merusak marwah pers dan memantik opini publik secara bias.


    Padahal, dalam banyak kasus serupa, pendekatan etik dan profesional seharusnya lebih dikedepankan dibanding tindakan hukum yang terburu-buru, apalagi jika disinyalir terdapat rekayasa situasi.


    “Ini lebih dari sekadar OTT. Ini sinyal mengerikan bagi kebebasan pers. Ketika jurnalis yang sedang menjalankan tugas investigasi dijebak dan dipermalukan di ruang publik, maka yang sesungguhnya sedang digempur adalah demokrasi itu sendiri,” ungkap salah satu tokoh pers Sumatera Utara yang meminta identitasnya dirahasiakan.



    Desakan Evaluasi dan Penegakan Etik


    Sejumlah organisasi wartawan tingkat nasional dan daerah telah menyampaikan protes keras. Mereka mendesak Kapolda Sumatera Utara untuk segera mengevaluasi kinerja Kapolsek Beringin beserta tim penyidiknya yang diduga menyalahgunakan kewenangan dalam kasus ini.


    Mereka juga menuntut klarifikasi terbuka atas dugaan jebakan hukum terhadap wartawan yang sedang menjalankan fungsi kontrol sosial sebagaimana diatur dalam UU Pers Nomor 40 Tahun 1999.


    “Wartawan bukan musuh negara. Jika ada dugaan penyimpangan dalam praktik jurnalistik, ada Dewan Pers dan mekanisme etik. Bukan jebakan OTT yang justru menghancurkan prinsip due process of law,” tegas seorang advokat pers di Medan. 

    ( Tim -Red)



    Catatan Redaksi: Demokrasi Butuh Pers yang Merdeka


    Di tengah derasnya arus disinformasi dan krisis kepercayaan publik terhadap lembaga, wartawan seharusnya diberi ruang bekerja secara profesional dan bebas dari ancaman kriminalisasi. Kasus Deli Serdang ini menjadi cermin betapa rawannya kebebasan pers dalam iklim penegakan hukum yang bias dan tidak adil.


    Komentar

    Tampilkan

    Terkini