iNews - Medan, 1 Juli 2025 — CNews Investigasi
Ketua Umum DPP Himpunan Masyarakat Tani Nusantara Merah Putih dan Profesional (HMTN-MP), Asril Naska, menjadi sorotan tajam menyusul sikap diamnya atas insiden kecelakaan yang menimpa Sekretaris Daerah AKPERSI Sumut, Jumani Alba, seusai menjalankan tugas peliputan bersama di tengah konflik agraria berkepanjangan di Desa Kosik Putih, Kecamatan Simangambat, Kabupaten Padang Lawas.
Jumani Alba, yang juga pemimpin redaksi dutakhabarterkini.co.id, menyebut sikap tidak responsif Asril sebagai bentuk pengabaian terhadap etika kemitraan dan tanggung jawab moral terhadap insan pers yang telah bekerja keras mengangkat jeritan rakyat dari akar rumput.
“Tiga malam dua hari kami di Kosik Putih, menggali fakta konflik lahan ±47.000 hektare, dan ±20.000 hektare di antaranya jelas-jelas diklaim rakyat. Tapi ketika kami pulang dengan lelah luar biasa dan saya mengalami kecelakaan tunggal, tak ada sepatah kata simpati pun dari Ketum HMTN-MP,” ungkap Pak Jon.
Insiden Usai Liputan: Mobil Terbalik, Ketua Umum Bungkam
Kecelakaan terjadi dalam perjalanan pulang ke Medan. Mobil Daihatsu Xenia yang dikendarai Pak Jon terbalik akibat microsleep. Meski tidak menimbulkan korban jiwa, kendaraan mengalami kerusakan serius.
Peristiwa ini langsung dilaporkan kepada Sekjen HMTN-MP, Maskur, yang mengonfirmasi bahwa informasi tersebut telah disampaikan ke Ketua Umum. Namun, hingga berita ini diturunkan, tidak ada ucapan, komunikasi, apalagi kepedulian dari pimpinan tertinggi organisasi yang mengklaim membela petani dan rakyat kecil
.
“Kami sudah sampaikan ke Ketum. Itu sudah,” ujar Maskur singkat saat dikonfirmasi redaksi.
Sorotan Etika: Profesionalisme Dibalas dengan Diam
Kekecewaan Pak Jon bukan tanpa dasar. Ia menegaskan bahwa peliputan di Kosik Putih dilakukan secara profesional atas dasar kepedulian terhadap perjuangan masyarakat adat yang tanahnya dirampas dan kini menanti keadilan redistributif dari negara. Harapan besar warga agar suara mereka diteruskan oleh HMTN-MP ke Presiden Prabowo Subianto kini justru dihadapkan pada fragmen ironis—ketika organisasi yang mereka harapkan berpihak justru abai terhadap mitra perjuangan.
“Kami tidak meminta ganti rugi atau belas kasihan. Tapi apa salahnya jika ada sekadar ucapan simpatik? Ini bukan soal pribadi, tapi soal etika. Jangan bicara perjuangan rakyat jika solidaritas pada mitra lapangan saja tak sanggup ditunjukkan,” tegas Pak Jon.
Peringatan untuk Ormas yang Menggandeng Pers
Kejadian ini menjadi alarm serius bagi organisasi masyarakat sipil dan BUMN pendamping yang selama ini melibatkan jurnalis dalam aktivitas advokasi. Tanpa penghargaan atas risiko dan kerja profesional wartawan di lapangan, relasi kemitraan hanya menjadi topeng dari relasi timpang yang eksploitatif.
“Kami wartawan tetap berpegang pada kode etik dan integritas kerja. Tapi jangan jadikan kami alat. Jika ada insiden serius pasca tugas, lalu diam seribu bahasa, ini bukan hanya minim empati—tapi juga bentuk kegagalan moral kepemimpinan,” kata Pak Jon menutup. ( Tim )


